Is sosok pria dengan segala kekuatannya melawan kelemahan yang tengah menghampirinya. kulitnya putih bersih, hidung mancung, bibir kecil dan tipis, badannya kurus tinggi. menjadi idaman wanita bukanlah pilihannya. penampilannya yang sederhana dan menarik, membuatnya tak bisa menolak didekati para wanita seusianya pada saat itu (sekitar 13 tahun nan silam). aku menyaksikan beberapa peristiwa yang terjadi pada saat itu. karena aku satu sekolah dengan Is.
tak pernah aku mengira akan menjadi teman dekatnya. kuakui pada saat itu aku tidak terlalu memperdulikan apa dan siapa yang ada disekelilingku. ya, aku hanya asik dan sibuk dengan diriku serta segala aktifitasku di sekolah, untuk mendapatkan nilai terbaik disegala pelajaran dan bidang ekskul. dan semua pun ku dapati, aku menjadi salah satu murid yang sangat dikenal di sekolah karena prestasi.
saat itu usiaku 14 tahun, mungkin juga Is seumuran denganku. ntah bagaimana awal ceritanya, tepat kelas II SMP kamipun menjadi sangat akbrab, padahal kami tidaklah sekelas. Is sangatlah perhatian denganku, meskipun saat itu aku mulai mengenal cinta. cowokku satu kelas dengan Is, dan dia juga juara kelas sama sepertiku. Is tidak pernah memperdulikan itu. setiap kali Is baru datang dia selalu melihat ke dalam kelasku, yang memang duluan didapat sebelum kelasnya. Is sengaja melakukannya untuk melihatku apakah sudah datang atau belum. kalau aku sudah datang, maka Is akan menghentikan langkahnya, dan kamipun memulai cerita di depan pintu kelasku, hingga bel masuk berbunyi. begitu setiap hari yang dilakukan Is dan aku.
ketika bel istirahat berbunyi, Is slalu melihat ke kelasku. jujur saat itu cowokku sendiri menaruh curiga dan cemburu. maklum cinta monyet, masih suka cemburuan gak nentu, marah juga gak nentu. dan lagi-lagi Is tak pernah memperdulikan cowokku yang satu bintang denganku itu (cancer). akupun begitu, maklum lagi lah namanya juga masih baru-baru mengenal cinta, dan baru akan beranjak dewasa. jam istirahatpun sering kami habiskan bersama, walaupun terkadang aku tak betah duduk diam, namun Is tetap saja menungguku dan menyaksikan beberapa aksi jahilku yang selalu menargetkan korban cewek-cewek mentel dari semua kelas yang ada di sekolah. dan Is menyaksikan sambil senyum, terkadang juga tertawa lepas ketika aksiku sangat kocak baginya.
beberapa hari aku tak melihat Is melongokkan kepalanya ke kelasku. dari cowokku yang kebetulan juga ketua kelas Is, aku dapat kabar kalau Is tengah sakit. pada saat itu aku tidak menaruh curiga apapun terhadap sakitnya Is. dan akupun tak merasakan Is tidak bersamaku, karena memang selain dekat dengan Is, aku juga dekat dengan beberapa teman cowokku lainnya yang berasal dari kelas yang berbeda denganku juga. setelah seminggu Is tak kelihatan, akhirnya dia kembali kulihat di depan kelasku. dan menungguku menghampirinya dengan senyuman dan lesung pipi yang menggoda teman-teman wanita kami.
dan ntah kenapa juga saat itu aku tidak terlalu mengopeni Is, yang seolah-olah ingin mengatakan sesuatu yang penting kepadaku. aku hanya menegurnya yang tengah berdiri di depan kelasku, sambil memegang lengannya, dan kemudian menghampiri temanku yang memanggil. Is tetap memandangku dengan senyuman manisnya itu, sambil berdiri memegang tali tas yang menyangkut di bahu sebelah kirinya.
dan ternyata aku terlalu lama mengobrol dengan teman yang memanggilku itu, bel masukpun berbunyi. dan Is melangkah menuju kelasnya. pada jam istirahat, aku tak melihat Is. dan aku mendatangi kelasnya yang bersebelahan dengan kelasku. aku melihat Is duduk diam, dan lagi dengan senyum melihatku. seolah hatinya tengah senang melihat kehadiranku di kelasnya. karena memang baru itu aku memijakkan kaki di kelas II3 itu, karena cowokku berada di kelas itu, dan aku tidak ingin mendapatkan sorakan dari teman sekelasnya karena hubungan kami. memang aku ke kelas itu hendak melihat Is. ketika aku ingin menghampirinya, seorang teman memanggil namaku, dan menyampaikan pesan dari guru, bahwa aku di minta untuk segera ke kantor sekolah. lagi-lagi aku tak bisa berbincang dengan Is.
dua hari berikutnya pun aku tak bertemu dengan Is, karena aku telat datang, dan pada jam istirahat aku selalu diganggu oleh teman-teman yang meminta contekan PR untuk mata pelejaran setelah istirahat. Is selalu memandangku selama tiga hari dengan senyman manisnya, dan seolah-olah lagi ingin berbincang panjang lebar denganku. dan aku tak pernah menyadari itu, aku sibuk dengan segala aktifitasku di sekolah.
setelah tiga hati itu, aku kembali tak menemukan Is di sekolah, bahkan di kelasnya. sampai akhirnya aku mendapatkan kabar yang amat sangat mengejutkan dari guru mata pelajaran Fisika ku (ibu Fitri) bahwa Is sudah tiada lagi di dunia ini. aku ingat, hari itu hari jum'at. dan kami diminta untuk menyumbang seikhlasnya. aku masih tidak percaya, dan tetap dengan tawaku seperti biasanya. ini kata yang masih kuingat ketika guru Fisika kami itu mengatakan bahwa Is sudah tiada. "hari ini ada kawan kalian yang meninggal," katanya. "siapa bu?" tanyaku yang saat itu duduk tepat di depan meja guru, tanpa ada menaruh curiga sedikitpun kepada Is. "ya, sahabatmu yang ada di kelas sebelah, Iskandar," kata guruku itu.saat itu aku tak merasakan kesedihan yang bagitu dalam, karena sifat kanak-kanakku yang masih sangat melekat.
namun, begitu memijakkan kaki di kediaman Is yang berada di daerah tepi sungai Deli (gak tau apakah sekarang masih ada atau terkena gusuran tata kota). kesedihan mulai kurasakan, terlebih ketika aku dan rombongan dari sekolah tidak dapat lagi melihat jenazahnya. aku dapat cerita dari ibunya, bahwa Is merupakan anak yang sangat baik, walaupun ia terkena penyakit kangker darah, tetapi tidak pernah ingin terlihat sakit dan menyusahkan orangtua serta keluarganya. Is tidak inginn dispesialkan dalam keluarga karena penyakitnya itu. kebaikkan terjawab dengan penuhnya mesjid karena banyaknya orang yang ingin menyolatkannya, dan mengantarkan kepergiannya dengan do'a.
sudah 13 tahun berlalu, dan saat ini aku merindukan Is. Is yang selalu membelaku, Is yang selalu ada tersenyum padaku dalam situasi apapun aku. Is yang tak pernah mengeluh tentang deritanya. Is yang selalu memberikan bahunya saat aku menangis. Is yang selalu menguatkan aku saat aku jatuh. Is yang selalu meluluhkan dengan kelembutannya saat aku emosi. Is yang selalu mengingatkan aku saat aku lupa. Is yang selalau mendengarkan keluh kesah, dan segala cerita konyolku.
Is........
andai saat itu aku tahu adalah hari terakhir kita bersama, akan aku abaikan semua suara yang memanggilku. dan aku akan menghabiskan waktu bersamamu.
Is, saat ini aku merindukanmu....
maafkan aku yang tak menyadari isyaratmu untuk bersama saat terakhirmu...
kau adalah yang terbaik Is....bila tiba saatku...kita akan berjumpa..dan aku ingin kau tetap menjadi Is ku yang dulu....
saat bersamamu adalah yang terindah.....mengenalmu adalah anugrah...dan aku menyayangimu selalu....